Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang
strategi pembelajaran Bahasa Indonesia dan efektivitasnya terhadap pencapaian
tujuan belajar, kajian pustaka penelitian ini akan difokuskan pada (1)
pembelajaran bahasa, (2) strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, meliputi
metode dan teknik pembelajaran Bahasa Indonesia, dan (3) hasil pembelajaran
- Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng
(1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari
sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat
berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber
belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi
penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan
menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap
pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk
setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi
pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan
pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga
menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan
pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan
strategi pembelajaran.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi.
Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar
dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan
dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam
empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.
Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran
(1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.
Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir,
menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan
menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum
2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa
memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,serta
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan,
dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial,
(4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan
menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus
mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam
kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai
petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat
disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila
(1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2)
diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif
dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia secara sengaja memfokuskan
pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung
proses pemerolehan bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan
pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika
menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik
yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk
mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
- Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembicaraaan mengenai strategi pembelajaran bahasa tidak
terlepas dari pembicaraan mengenai pendekatan, metode, dan teknik
mengajar. Machfudz (2002) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H.
Allen and Robert, 1972) menjelaskan sebagai berikut.
1.
Pendekatan Pembelajaran
Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada
teori-teori tentang hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi
sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa. Teori tentang hakikat bahasa
mengemukakan asumsi-asumsi dan tesisi-tesis tentang hakikat bahasa,
karakteristik bahasa, unsur-unsur bahasa, serta fungsi dan pemakaiannya sebagai
media komunikasi dalam suatu masyarakat bahasa. Teori belajar bahasa
mengemukakan proses psikologis dalam belajar bahasa sebagaimana dikemukakan
dalam psikolinguistil. Pendekatan pembelajaran lebih bersifat aksiomatis dalam
definisi bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang
digunakan tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan ini diturunkan metode pembelajaran
bahasa. Misalnya dari pendekatan berdasarkan teori ilmu bahasa struktural yang
mengemukakan tesis-tesis linguistik menurut pandangan kaum strukturalis dan
pendekatan teori belajar bahasa menganut aliran behavioerisme diturunkan metode
pembelajaran bahasa yang disebut Metode Tata Bahasa (Grammar Method).
2. Metode
Pembelajaran
Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh
untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat
prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa
dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap,
dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses
belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar.
Dalam strategi pembelajaran, terdapat variabel metode
pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu strategi
pengorganisasian isi pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan
(c) startegi pengelolaan pembelajaran (Degeng, 1989). Hal ini akan dijelaskan
sebagai berikut.
(a) Strategi Pengorganisasian Isi
Pembelajaran
Adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi
yang telah dipilih untuk pembelajaran. “Mengorganisasi” mengacu pada tindakan
seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain
yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian pembelajaran adalah metode
untuk menyampaikan pembelajaran kepada pebelajar untuk menerima serta merespon
masukan yang berasal dari pebelajar. Adapun startegi pengelolaan pembelajaran
adalah metode untuk menata interaksi antara pebelajar dengan variabel
pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu strategi pengorganisasian pada tingkat mikro dan
makro. Strategi mikro mengacu pada metode untuk mengorganisasian isi
pembelajaran yang berkisar pada satu konsep atau prosedur atau prinsip.
Sedangkan strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasi isis
pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip.
Strategi makro lebih banyak berurusan dengan bagaimana memilih, menata ururtan,
membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran yang paling berkaitan.
Penataan ururtan isi mengacku pada keputusan tentang bagaimana cara menata atau
menentukan ururtan konsep, prosedur atau prinsip-prinsip hingga tampak
keterkaitannya dan menjadi mudah dipahami.
(b) Strategi
Penyampaian Pembelajaran
Strategi penyampaian pembelajaran merupakan komponen
variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Strategi ini memiliki
dua fungsi, yaitu (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada pebelajar, dan (2)
menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk
menampilkan unjuk kerja (seperti latihan tes).
Secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan
dalam mendeskripsikan strategi penyampaian, yaitu (1) media pembelajaran, (2)
interaksi pebelajar dengan media, dan (3) bentuk belajar mengajar.
(1) Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian
yang dapat dimuat pesan yang akan disampaikan kepada pebelajar baik berupa
orang, alat, maupun bahan. Interkasi pebelajar dengan emdia adalah komponen
strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan belajar. Adapun
bentuk belajar mengajar adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang
mengacu pada apakah pembelajaran dalam kelompok besar, kelompok kecil,
perseorangan atau mandiri (Degeng, 1989).
Martin dan Brigss (1986) mengemukakan bahwa media
pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi
dengan pembelajaran.
Essef dan Essef (dalam Salamun, 2002) menyebutkan tiga
kriteria dasar yang dapat digunakan untuk menyeleksi media, yaitu (1) kemampuan
interaksi media di dalam menyajikan informasi kepada pebelajar, menyajikan
respon pebelajar, dan mengevaluasi respon pebelajar, (2) implikasi biaya atau
biaya awal melipui biaya peralatan, biaya material (tape, film, dan lain-lain)
jumlah jam yang diperlukan, jumlah siswa yang menerima pembelajaran, jumlah jam
yang diperlukan untuk pelatihan, dan (3) persyaratan yang mendukungh atau biaya
operasional.
(2)
Interaksi Pebelajar Dengan Media
Bentuk interaksi antara pembelajaran dengan media
merupakan komponen penting yang kedua untuk mendeskripsikan strategi penyampaian.
Komponen ini penting karena strategi penyampaian tidaklah lengkap tanpa memebri
gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu media pada
kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, komponen ini lebih menaruh perhatian
pada kajian mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan oleh siswa dan
bagaimana peranan media untuk merangsang kegiatan pembelajaran.
(3) Bentuk Belajar Mengajar
Gagne (1968) mengemukakan bahwa “instruction designed for
effective learning may be delivered in a number of ways and may use a variety
of media”. Cara-cara untuk menyampaikan pembelajaran lebih mengacu pada jumlah
pebelajar dan kreativitas penggunaan media. Bagaimanapun juga penyampaian
pembelajaran dalam kelas besar menuntu penggunaan jenis media yang berbeda dari
kelas kecil. Demikian pula untuk pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri.
(c)
Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen
variabel metode yang berurusan dengan bagaimana interaksi antara pebelajar
dengan variabel-variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi
penyampaian tertentu yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling sedikit
ada empat klasifikasi variabel strategi pengelolaan pembelajaran yang meliputi
(1) penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran, (2) pembuatan catatan
kemajuan belajar siswa, dan (3) pengelolaan motivasional, dan (4) kontrol
belajar.
Penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran atau
komponen suatu strategi baik untuk strategi pengorganissian pembelajaran maupun
strategi penyampaian pembelajaran merupakan bagian yang penting dalam
pengelolaan pembelajaran. Penjadwalan penggunaan strategi
pengorganisasian pembelajaran biasanya mencakup pertanyaan “kapan dan berapa
lama siswa menggunakan setiap komponen strategi pengorganisasian”. Sedangkan
penjadwalan penggunaan strategi penyampaian melibatkan keputusan, misalnya
“kapan dan untuk berapa lama seorang siswa menggunakan suatu jenis media”.
Pembuatan catatan kemajuan belajar siswa penting sekali
bagi keperluan pengambilan keputusan-keputusan yang terkait dengan strategi
pengelolaan. Hal ini berarti keputusan apapun yang dimabil haruslah didasarkan
pad ainformasi yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa tentang suatu
konsep, prosedur atau prinsip? Bila menggunakan pengorganisasian dengan
hierarki belajar, keputusna yang tepat mengenai unsur-unsur mana saja yang ada
dalam hierarki yang diajarkan perlu diambil. Semua ini dilakukan hanya apabila
ada catatan yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa.
Pengelolaan motivasional merupakan bagian yang amat
penting dari pengelolaan inetraksi siswa dengan pembelajaran. Gunanya untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagian besar bidang kajian studi
sebenarnya memiliki daya tarik untuk dipelajari, namun pembelajaran gagal
menggunakannya sebagai alat motivasional. Akibatnya, bidang studi kehilangan
daya tariknya dan yang tinggal hanya kumpulan fakta dan konsep, prosedur atau
prinsip yang tidak bermakna.
Jack C. Richards dan Theodore S. Rodgers (dalam Machfudz,
2002) menyatakan dalam bukunya “Approaches and Methods in Language Teaching”
bahwa metode pembelajaran bahasa terdiri dari (1) the oral approach and
stiuasional language teaching, (2) the audio lingual method, (3) communicative
language teaching, (4) total phsyical response, (5) silent way,
(6) community language learning, (7) the natural approach, dan
(8) suggestopedia.
Saksomo (1984)
menjelaskan bahwa metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1)
metode gramatika-alih bahasa, (2) metode mimikri-memorisasi, (3) metode
langsung, metode oral, dan metode alami, (4) metode TPR dalam pengajaran
menyimak dan berbicara, (5) metode diagnostik dalam pembelajaran membaca, (6)
metode SQ3R dalam pembelajaran membaca pemahaman, (7) metode APS dan metode
WP2S dalam pembelajaran membaca permulaan, (8) metode eklektik dalam
pembelajaran membaca, dan (9) metode SAS dalam pembelajaran membaca dan menulis
permulaan.
Menurut Reigeluth dan Merril (dalam Salamun, 2002)
menyatakan bahwa klasifikasi variabel pembelajaran meliputi (1) kondisi
pembelajaran, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil pembelajaran.
(1)
Kondisi Pembelajaran
Kondisi pembelajaran adalah faktor yang mempengaruhi efek
metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran (Salamun, 2002). Kondisi ini
tentunya berinteraksi dengan metode pembelajaran dan hakikatnya tidak dapat
dimanipulasi. Berbeda dengan halnya metode pembelajaran yang didefinisikan
sebagai cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda
di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Semua cara tersebut dapat
dimanipulasi oleh perancang-perancang pembelajaran. Sebaliknya, jika suatu
kondisi pembelajaran dalam suatu situasi dapat dimanipulasi, maka ia berubah
menjadi metode pembelajaran. Artinya klasifikasi variabel-variabel yang
termasuk ke dalam kondisi pembelajaran, yaitu variabel-variabelmempengaruhi
penggunaan metode karena ia berinteraksi dengan metode danm sekaligus di
luar kontrol perancang pembelajaran. Variabel dalam pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (a) tujuan dan karakteristik bidang
stuydi, (bahasa) kendala dan karakteristik bidang studi, dan (c)
karakteristik pebelajar.
(2)
Metode Pembelajaran
Machfudz (2000) mengutip penjelasan Edward M. Anthony
(dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan bahwa istilah metode dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia berarti perencanaan secara menyeluruh untuk
menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini lebih bersifat
prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa
dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap,
dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses
belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Sedangkan menurut Salamun
(2002), metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil
pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan
bahwa metode pembelajaran adalah sebuah cara untuk perencanaan secara utuh
dalam menyajikan materi pelajaran secara teratur dengan cara yang berbeda-beda
untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.
(3) Hasil Pembelajaran
Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan
sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran (Salamun,
2002). Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian,
yaitu kefektifav, (2) efisiensi, dan (3) daya tarik.
Hasil
pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual outcomes), yaitu hasil nyata yang
dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu, dan hasil yang
diinginkan (desired outcomes), yaitu tujuan yang ingin dicapai yang sering
mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran dalam melakukan pilihan metode
sebaiknya digunakan klasifikasi variabel-variabel pembelajaran tersebut secara
keseluruhan ditunjukkan dalam diagram berikut.
Kondisi
|
Tujuan dan karakteristik bidang studi
|
Kendala dan karakteristik bidang studi
|
Karakteristik siswa
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Metode
|
Strategi pengorganisasian pembelajaran: strategi makro
dan strategi mikro
|
Strategi penyampaian pembelajaran
|
Strategi pengelolaan pembelajaran
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hasil
|
Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran
|
Diagram 1: Taksonomi variabel pembelajaran (diadaptasi
dari Reigeluth dan Stein: 1983)
Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan tingkat
pencapaian pebelajar. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur rasio antara
jefektifan dan jumlah waktu yang dipakai pebelajar dan atau jumlah biaya
pembelajaran yang digunakan. Daya tatik pembelajaran biasanya juga dapat diukur
dengan mengamati kecenderungan siswa untun tetap terus belajar. Adapaun daya
tarik pembelajaran erat sekali dengan daya tarik bidang studi. Keduanya
dipengaruhi kualitas belajar.
3.
Teknik Pembelajaran
Istilah teknik dalam pembelajaran bahasa mengacu pada
pengertian implementasi perencanaan pengajaran di depan kelas, yaitu penyajian
pelajaran dalam kelas tertentu dalam jam dan materi tertentu pula. Teknik
mengajar berupa berbagai macam cara, kegiatan, dan kiat (trik) untuk menyajikan
pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran
bersifat implementasi, individual, dan situasional.
Saksomo (1983) menyebutkan teknik dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia antara lain (1) ceramah, (2) tanya—jawab , (3) diskusi, (4)
pemebrian tugas dan resitasi, (5) demonstrasi dan eksperimen, (6) meramu
pendapat (brainstorming), (7) mengajar di laboratorium, (8) induktif, inkuiri,
dan diskoveri, (9) peragaan, dramatisasi, dan ostensif, (10) simulasi, main
peran, dan sosio-drama, (11) karya wisata dan bermain-main, dan (12) eklektik,
campuran, dan serta-merta.
Pergeseran
Bahasa Indonesia di Era Global dan Implikasinya terhadap Pembelajaran
ABSTRAK
Arus
global tanpa kita sadari berimbas pula pada penggunaan dan keberadaan bahasa
Indonesia di masyarakat. Penggunaan bahasa di dunia maya, facebook misalnya,
memberi banyak perubahan bagi sturktur bahasa Indonesia yang oleh beberapa
pihak disinyalir merusak bahasa itu sendiri. Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional harus disikapi bersama termasuk dalam pengajarannya. Di era global
dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, seharusnya bisa
kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satunya dengan
pembelajaran bahasa Indonesia berbasis ICT (Information, Communication and Technology).
Pemanfaatan ICT sudah menjadi keharusan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi
misalnya dengan memanfaatkan ICT sebagai alat bantu pembelajaran bahasa
Indonesia.
Kata
kunci: pergeseran bahasa, era global,
pembelajaran bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
Dewasa
ini kita hidup dalam era globalisasi, yang dipicu oleh pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang transportasi dan revolusi di bidang komunikasi.
Dengan perkembangan yang sangat cepat di bidang transportasi dan komunikasi,
arus globalisasi terasa bertambah kuat, sehingga dunia terasa makin datar
(Thomas Friedman, 2005). Akibat derasnya arus globalisasi batas negara menjadi
kabur dan akhirnya hilang. Tekanan arus globalisasi yang melanda bangsa-bangsa
yang sedang berkembang menimbulkan perubahan yang semakin cepat dan luas dalam
berbagai wilayah kehidupan. Globalisasi akan meningkatkan pemahaman
antarbudaya, memecah batas antara masyarakat dari negara yang berbeda seiring
dengan berkembangnya kemitraan dalam berdagang antarnegara. Globalisasi memiliki
banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian besar orang menafsirkan
sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya
sebuah desa kecil, setiap orang bisa berkomunikasi dengan sangat mudah,
berhubungan dengan waktu yang singkat, dan dengan biaya yang relatif rendah.
Globalisasi adalah akibat dari revolusi teknologi, komunikasi, dan informasi
yang dapat berimbas pada tatanan masyarakat, bangsa, dan negara di berbagai
belahan dunia. Setiap bangsa di dunia tidak dapat melepaskan diri dari arus
global akibat revolusi tersebut. Dengan kondisi seperti itu, persaingan
antarwilayah pun semakin tinggi. Siapa yang menguasai komunikasi dialah yang
akan menguasai dunia. Bahasa merupakan alat komunikasi di dunia. Oleh karena
itu, eksistensinya di tengah arus global harus dicermati.
Arus
global berimbas pula pada penggunaan dan keberadaan bahasa Indonesia di
masyarakat. Penggunaan bahasa di dunia maya, internet, facebook
misalnya, memberi banyak perubahan bagi sturktur bahasa Indonesia yang oleh
beberapa pihak disinyalir merusak bahasa itu sendiri. Berlandaskan alasan
globalisasi dan prestise, masyarakat mulai kehilangan rasa bangga menggunakan
bahasa nasional. Tidak hanya pada rakyat kecil, ‘krisis bahasa’ juga ditemukan
pada para pejabat negara. Kurang intelek katanya kalau dalam setiap ucapan
tidak dibumbui selingan bahasa asing yang sebenarnya tidak perlu. Hal tersebut
memunculkan istilah baru, yaitu ‘Indoglish’ kependekan dari
‘Indonesian-English’ untuk fenomena bahasa yang kian menghantam bahasa
Indonesia. Sulit dipungkiri memang, bahasa asing kini telah menjamur
penggunaannya. Mulai dari judul film, judul buku, judul lagu, sampai pemberian
nama merk produk dalam negeri. Kita pun merasa lebih bangga jika lancar dalam
berbicara bahasa asing. Namun, apapun alasannya, entah itu menjaga prestise,
mengikuti perkembangan zaman, ataupun untuk meraup keuntungan, tanpa kita
sadari secara perlahan kita telah ikut andil dalam mengikis kepribadian dan
jati diri bangsa kita sendiri.
Sekarang
ini penggunaan penggunaan bentuk ‘Inggris’ sudah banyak menggejala. Dalam
bidang internet dan komputer kita banyak menggunakan kata mendownload,
mengupload, mengupdate, dienter, direlease, didiscount, dan lain
sebagainya. Tidak hanya dalam bidang komputer saja, di bidang lain pun sering
kita jumpai. Selain bahasa Asing, kedudukan bahasa Indonesia juga semakin
terdesak dengan pemakain bahasa-bahasa gaul di kalangan remaja. Bahasa gaul ini
sering kita temukan dalam pesan singkat atau sms, chatting, dan sejenisnya.
Misalnya dalam kalimat’gue gitu loh..pa sich yg ga bs’ dalam kalimat
tersebut penggunaan kata ganti aku tidak dipakai lagi.
PEMBAHASAN
Pergeseran
Bahasa Indonesia
Fenomena
di atas dapat mengakibatkan pergeseran bahasa Indonesia. Fenomena pemertahanan
dan pergeseran bahasa sebenarnya telah ada sejak bahasa-bahasa itu mulai
mengadakan kontak dengan bahasa lainnya (Grosjean 1982). Kontak antardua suku
atau suku bangsa yang masing-masing membawa bahasanya sendiri-sendiri lambat
laun mengakibtakan terjadinya persaingan kebahasaan. Pada umumnya, di dalam
persaingan kebahasaan terjadi fenomena-fenomena kebahasaan yang diawali dengan
kedwibahsaan, diglosia, alih kode/campur kode, interferensi, dan akhirnya
permertahanan dan pergeseran bahasa. Jika satu bahasa lebih dominan, lebih
berprestise, atau lebih modern atau bahkan mungkin lebih “superior” daripada
bahasa lain, bahasa tersebut dipastikan dapat bertahan, sedangkan lainnya dalam
beberapa generasi akan ditinggalkan oleh penuturnya. Tidak jarang bahasa yang
ditelantarkan oleh penuturnya itu lambat laun mengakibatkan kematian bahasa
(Dorian 1982).
Dalam
kepustakaan sosiolinguistik, pemertahanan dan pergeseran bahasa merupakan
fenomena yang menarik. Terminologi pemertahanan dan pergeseran bahasa pertama
kali diperkenalkan oleh Fishman pada tahun 1964 yang selanjutnya dikembangkan
oleh Susan Gal (1979) yang meneliti masalah pilihan dan pergeseran bahasa di
Oberwart, Austria timur, dan Nancy Dorian (1981) yang mengkaji pergeseran
bahasa Gaelik oleh bahasa Inggris di Sutherland Timur, Britania bagian utara.
Pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa erat kaitannya dengan ranah yang
berkaitan dengan pilihan bahasa dan kewibahasaan.
Kajian
pemertahanan dan pergeseran bahasa perlu dikaitkan dengan konsep pemilihan bahasa.
Pemahaman tentang pilihan bahasa dalam ranah yang dihubungkan dengan konsep
diglosia di atas sangat penting artinya karena dengan begitu pemertahanan dan
kebocoran diglosia yang menyebabkan pergeseran bahasa dapat dilihat.
Pemertahanan dan pergeseran bahasa serta kepunahan suatu bahasa bertitik-tolak
dari kontak dua bahasa dalam suatu masyarakat. Gejala kepunahan bahasa akan
tampak dalam proses yang cukup panjang. Mula-mula tiap-tiap bahasa masih dapat
mempertahankan pemakaiannya pada ranah masing-masing. Kemudian pada suatu masa
transisi masyarakat tersebut menjadi dwibahasawan sebagai suatu tahapan sebelum
kepunahan bahasa aslinya (BI) dan dalam jangka waktu beberapa generasi mereka
bertrasformasi menjadi masyarakat ekabahasawan kembali. Dengan demikian,
pergeseran bahasa mencakup pertama-pertama kedwibahasaan (seringkali bersama
diglosia) sebagai suatu tahapan menuju keekabahasaan (BI yang baru).
Demikian
pula halnya dengan pemertahanan/pergeseran bahasa, ada aspek-aspek sosial
psikologis pendukung suatu bahasa yang dapat diandalkan guna menangkis serangan
pemakaian bahasa dari luar atau paling tidak dapat memperkuat basis perlawanan
terhadap musuh.
Ada
banyak faktor yang menyebabkan pergeseran dan kepunahan suatu bahasa.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di berbagai tempat di
dunia, faktor-faktor tersebut seperti loyalitas bahasa, konsentrasi wilayah
pemukiman penutur, pemakaian bahasa pada ranah tradisional sehari-hari,
kesinambungan peralihan bahasa-ibu antargenerasi, pola-pola kedwibahasaan,
mobilitas sosial, sikap bahasa dan lain-lain. Menurut Romaine (1989)
faktor-faktor itu juga dapat berupa kekuatan kelompok mayoritas terhadap
kelompok minoritas, kelas sosial, latar belakang agama dan pendidikan, hubungan
dengan tanah leluhur atau asal, tingkat kemiripan antara bahasa mayoritas
dengan bahasa minoritas, sikap kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas,
perkawinan campur, kebijakan politik pemerintah terhadap bahasa dan pendidikan
kelompok minoritas, serta pola pemakaian bahasa.
Sesungguhnya,
terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pemertahanan dan
pergeseran bahasa di masyarakat. Namun, faktor-faktor itu bervariasi antarsatu
wilayah dengan wilayah lainnya. Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus
pergeseran bahasa di Oberwart-Austria berbeda dari faktor-faktor penyebab atas
kasus yang sama di Sutherland-Scotlandia ataupun kasus pergeseran dan
pemertahanan bahasa Lampung di Lampung. Grosjean (1982:107) mengelompokkan
faktor-faktor itu ke dalam lima faktor: sosial, sikap, pemakaian, bahasa,
kebijakan pemerintah, dan faktor-faktor lain. Adanya pola-pola sosial dan
budaya yang beragam dalam suatu masyarakat ikut menentukan identitas sosial dan
keanggotaan kelompok sosialnya, faktor-faktor sosial itu meliputi status
sosial, kedudukan sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan atau jabatan, serta keanggotaan seseorang dalam suatu jaringan
sosial.
Sikap
Bahasa
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional harus disikapi bersama termasuk dalam pengajarannya.
Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai
penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran
informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena yang berdampak buruk pada
kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan kaidahnya, dalam hal ini berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
Globalisasi
memang tidak dapat dihindari. Akulturasi bahasa nasional dengan bahasa dunia
pun menjadi lebih terasa perannya. Menguasai bahasa dunia dinilai sangat
penting agar dapat bertahan di era modern ini. Namun sangat disayangkan jika
masyarakat menelan mentah-mentah setiap istilah-istilah asing yang masuk dalam
bahasa Indonesia. Ada baiknya jika dipikirkan dulu penggunaannya yang tepat
dalam setiap konteks kalimat. Sehingga penyusupan istilah-istilah tersebut
tidak terlalu merusak tatanan bahasa nasional.
Bahasa
Indonesia yang Baik dan Benar
Berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait
dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu,
yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi
prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku.
Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan
oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih
kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi
resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Berbahasa
yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan
santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini
memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode,
alih kode maupun bahasa gaul. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas
dari adanya interaksi dan komunikasi antarsesamanya. Bahasa sebagai sarana
komunikasi mempunyai fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah
penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan
keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu
berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat.
Perubahan
bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan
berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Berbagai
alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang meninggalkan bahasanya, atau
tidak lagi menggunakan bahasa lain. Dalam perkembangan masyarakat modern saat
ini, masyarakat Indonesia cenderung lebih senang dan merasa lebih intelek untuk
menggunakan bahasa asing. Hal tersebut memberikan dampak terhadap pertumbuhan
bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Bahasa Inggris yang telah menjadi
raja sebagai bahasa internasional terkadang memberi dampak buruk pada
perkembangan bahasa Indonesia. Kepopuleran bahasa Inggris menjadikan bahasa
Indonesia tergeser pada tingkat pemakaiannya.
Berbagai
penyebab pergeseran pemakaian bahasa Indonesia, tidak hanya disebabkan oleh
bahasa asing tetapi juga disebabkan oleh adanya interferensi bahasa daerah dan
pengaruh bahasa gaul. Dewasa ini bahasa asing lebih sering digunakan daripada
bahasa Indonesia hampir di semua sektor kehidupan. Sebagai contoh, masyarakat
Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang
Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open
House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran, dan masih banyak
contoh lain yang mengidentifikasikan bahwa masyarakat Indonesia lebih menganggap
bahasa asing lebih memiliki nilai. Sehubungan dengan semakin maraknya
penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern, perlu
adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa
Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa
pengantar dalam dunia pendidikan.
Dunia
pendidikan yang syarat pembelajaran dengan media bahasa menjadikan bahasa
sebagai alat komunikasi yang primer. Sejalan dengan hal tersebut, bahasa baku
merupakan simbol dalam dunia pendidikan dan cendekiawan. Penguasaan Bahasa
Indonesia yang maksimal dapat dicapai jika fundasinya diletakkan dengan kokoh
di rumah dan di sekolah mulai TK (Taman Kanak-kanak) sampai PT (Perguruan
Tinggi). Akan tetapi, fundasi ini pada umumnya tidak tercapai. Di berbagai
daerah, situasi kedwibahasaan merupakan kendala. Para guru kurang menguasai
prinsip-prinsip perkembangan bahasa anak sehingga kurang mampu memberikan
pelajaran bahasa Indonesia yang serasi dan efektif.
Rusyana
(1984:152) menyatakan bahwa dalam membina masyarakat akademik, penggunaan
bahasa yang tidak baik dan tidak benar akan menimbulkan masalah. Penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar dianggap mempunyai peranan dalam menuju
arah pembangunan masyarakat akademik idaman.
Kurangnya
pemahaman terhadap variasi pemakaian bahasa berimbas pada kesalahan penerapan
berbahasa. Secara umum dan nyata perlu adanya kesesuaian antara bahasa yang
dipakai dengan tempat berbahasa. Tolok ukur variasi pemakaian bahasa adalah
bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan parameter situasi. Bahasa Indonesia
yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma
yang berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (Sugono, 1994:
8).
a.
Bahasa Indonesia yang baik
Bahasa
Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma
kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti
di warung kopi, pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat pada patokan. Dalam
situasi formal seperti kuliah, seminar, dan pidato kenegaraan hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu memperhatikan
norma bahasa.
b.
Bahasa Indonesia yang benar
Bahasa
Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi
kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah
penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan
dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati secara konsisten, pemakaian
bahasa dikatakan benar. Sebaliknya jika kaidah-kaidah bahasa kurang ditaati,
pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar atau tidak baku.
Hymes
(1974) dalam Chaer (1994:63) mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan
menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur yang diakronimkan menjadi
SPEAKING, yakni :
a)
Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu
terjadinya percakapan. Contohnya, percakapan yang terjadi di kantin sekolah
pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika
pelajaran berlangsung.
b)
Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan.
Contohnya, antara karyawan dengan pimpinan. Percakapan antara karyawan dan
pimpinan ini tentu berbeda kalau partisipannya bukan karyawan dan pimpinan,
melainkan antara karyawan dengan karyawan.
c)
Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru
bertujuan menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik, tetapi
hasilnya sebaliknya, murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan
pelajaran bahasa.
d)
Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
e)
Key, yaitu menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan
percakapan.
f)
Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah
secara lisan atau bukan.
g)
Norm, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
h)
Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang
digunakan.
Sebenarnya
apabila kita mendalami bahasa menurut fungsinya yaitu sebagai bahasa nasional
dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama dan utama di
negara Republik Indonesia.
Bahasa
daerah yang berada dalam wilayah republik bertugas sebagai penunjang bahasa
nasional, sumber bahan pengembangan bahasa nasional, dan bahasa pengantar
pembantu pada tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk
memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi,
bahasa-bahasa daerah ini secara sosial politik merupakan bahasa kedua.
Selain
bahasa daerah, bahasa-bahasa lain seperti bahasa Cina, bahasa Inggris, bahasa
Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis berkedudukan sebagai
bahasa asing. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa terebut
bertugas sebagai sarana perhubungan antarbangsa, sarana pembantu pengembangan
bahasa Indonesia, dan alat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Jadi, bahasa-bahasa asing ini
merupakan bahasa ketiga di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Implementasi
terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
1.
Inovasi Pembelajaran Berbasis ICT (Information,
Communication and Technology)
Di
era global dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
seharusnya bisa kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satu
hal yang dapat kita lakukan adalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia
berbasis ICT (Information, Communication and Technology). Pemanfaatan
ICT untuk pendidikan sudah menjadi keharusan yang tidak dapat ditunda-tunda
lagi. Berbagai aplikasi ICT sudah tersedia dalam masyarakat dan sudah
siap menanti untuk dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan pendidikan.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan dapat
dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan fungsinya dalam pendidikan.
Menurut Indrajut (2004), fungsi teknologi informasi dan komunikasi dalam
pendidikan dapat dibagi menjadi tujuh fungsi, yakni: (1) sebagai gudang ilmu,
(2) sebagai alat bantu pembelajaran, (3) sebagai fasilitas pendidikan, (4)
sebagai standar kompetensi, (5) sebagai penunjang administrasi, (6) sebagai
alat bantu manajemen sekolah, dan (7) sebagai infrastruktur pendidikan.
Merujuk
pada ketujuh fungsi tersebut dapat dipahami bahwa ICT dapat memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, perlu adanya
pemanfaatan ICT dalam dunia pendidikan, aplikasi nyata dalam dunia pendidikan
misalnya dengan memanfaatkan ICT sebagai alat bantu pembelajaran bahasa
Indonesia. Pemanfaatan ICT dalam pembelajaran bahasa misalnya dengan
memanfaatkan blog sebagai wadah kreatifitas siswa dalam meningkatkan
kemampuan menulisnya. Selain itu, penggunaan media pembelajaran yang berbasis
ICT akan memudahkan siswa dalam menerima dan memahami pelajaran yang
disampaikan.
1.
Pembelajaran Bahasa pada Ranah
Multikultural
Merupakan
kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa
Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”.
Tetapi pada pihak lain, realitas “multikultural” tersebut berhadapan dengan
kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “kebudayaan nasional Indonesia”
yang dapat menjadi “integrating force” yang mengikat seluruh keragaman etnis
dan budaya tersebut. Perkembangan pembangunan nasional dalam era
industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak
dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam
kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat
seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan
pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Ditambah lagi
kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan
geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti
ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya. Oleh
karena itu perlu dikembangkan pendidikan yang berbasis multikultur.
Asy’arie
(2003) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai
proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan
pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental
bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak
mudah patah dan retak.
Pendidikan
multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi
pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan
praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Blum dalam Sparingga
(2003) mengatakan bahwa ada empat nilai yang berbeda namun saling berhubungan
dalam pendidikan untuk masyarakat multikultural, yaitu antirasisme,
multikulturalisme, komunitas antar-ras, dan penghargaan terhadap manusia
sebagai individu.
Dalam
era global pembelajaran bahasa Indonesia dalam konteks multikultur sangat perlu
diterapkan. Pembelajaran bahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia yang
multikultur sudah seharusnya dilaksanakan dengan pembelajaran yang berbasis
multikultur. Selain itu, pembelajaran bahasa dengan memanfaatkan kearifan lokal
akan lebih bermakna dan dapat melestarikan budaya Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan dalam makalah ini dapat ditarik simpulan bahwa era global dengan
berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap
eksistensi bahasa Indonesia. Namun demikian, dengan kemajuan teknologi
seharusnya bisa kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satu
hal yang dapat kita lakukan adalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia
berbasis ICT (Information, Communication and Technology). Selain itu,
karena masyarakat Indonesia yang multikultur pembelajaran bahasa Indonesia
berbasis multikultur menjadi penting untuk diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
-
Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa
Indonesia Kurikulum 1994?.
Yogyakarta:
Depdikbud
-
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan
Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam
Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Salatiga:
Univeristas Kristen Satya Wacana
-
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran
Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
-
Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di
SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar
-
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa
Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM
-
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
-
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa
Indonesia. Malang: IKIP Malang
-
Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di
Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak diterbitkan
-
Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM. Skripsi. Tidak
diterbitkan.
-
Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran
Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
-
Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Bahasa Indonesia; VI.
Jakarta: 28 Oktober—2 Nopember 1993
-
Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD.
Yogyakarta: Depdikbud
-
Asy’arie, Musa . ”Pendidikan
Multikultural dan Konflik Bangsa” dalam harian Kompas 4 September
2003.
-
Dorian, N. 1982. Language
Death: The Life Cycle of a Scottish Gaelic Dialect. Philadelphia:
University of Pennsylvania Press.
-
“Language Loss and Maintenance in
Language Contact Situations”. Dalam Lambert dan B. Freed (ed). The Loos of
Language Skills. Rowley, Massacusatt: Newbury House.
-
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta. Rineka Cipta
-
Fishman, Joshua A. 1990 Language
and Ethnicity in Minority Sociolinguistic Perspectives. Cleveden:
Multilingual Matters Ltd.
-
Friedman Thomas, L. 2005. The
World is Flat.
-
Gal, Susan. 1979 Language
Shift: Social Determinants of Linguistic Change in Bilingual Austria. New
York: Academic Press.
-
Groesjean, Fracois. 1982. Life
with Two Languages. Cambridge: Harvard University Press.
-
Rokhman, Fathur. 2003. Pemilihan
Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Banyumas.
Disertasi. Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada.
-
2006. Membangun Komunikasi Lintas
Budaya yang Bermakna dalam Masyarakat Multikultural: Studi Sosiolinguistik.
Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Semarang.
-
Romaine, Suzanne. 1989 Biliangualism.
Oxford: Basil Blackwell.
-
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan
Sastra dalam Gamitan Pendidikan: Himpunan Bahasan. Penerbit: Diponegoro.
-
Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa
Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar