SEJARAH
UUD 1945
1. Asal
mula Kelahiran UUD 1945
UUD 1945—yang disahkan
oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945—terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan
Penjelasan. Ketiganya sebagai satu-kesatuan pemahaman UUD (hukum dasar
tertulis) yang utuh. Artinya, Penjelasan sebagai kelengkapan dari Batang Tubuh;
Batang Tubuh sebagai perwujudan dari Pembukaan. Pembukaan sendiri merupakan
Teks Poklamasi yang terinci dan lengkap.
Teks Proklamasi itu merupakan dokumen
pernyataan politik dari proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan
bangsa Indonesia 3 dari 12 tanggal
17 Agustus 1945—merupakan titik kulminasi dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia
sejak dijajah pertamakalinya tahun 1596 (oleh Belanda) di daerah Banten—yang
kini menjadi Propinsi Banten.
Teks Proklamasi dirumuskan
atas dasar ampera (amanat penderitaan rakyat: kemerdekaan, persatuan, keadilan,
kesederajatan, kemakmuran, dst.) selama 353,5 tahun—dan bahkan lebih jauh lagi
ke belakang sejak perjuangan kemerdekaan rakyat terhadap feodalisme penguasa
suku-suku asli dan kerajaan-kerajaan domestik.
Tegasnya, ampera-lah yang
mendorong dibuat dan dibacakannya Teks Proklamasi. Dengan demikian, UUD 1945
akan dapat dipahami dengan benar dan tepat apabila nilai-nilai yang terkandung
dalam Pembukaannya dipahami terlebih dahulu sebagai uraian terinci dan lengkap
dari substansi Teks Proklamasi. Di sini jelas bahwa UUD 1945 tidak lahir
mendadak di saat-saat menjelang tanggal 18 Agustus 1949, tetapi ia lahir di
dalam dan selama proses perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Karenanya, untuk
mengerti dan menghayati UUD 1945 tidak cukup hanya dengan membaca teksnya saja.
Ini berarti bahwa dalam penerapan dan perubahannya harus dengan cermat untuk
mau menelusuri asalmula kelahirannya agar tidak tercabut dari akar-sejarahnya.
2. Proses
Perumusan UUD 1945
Istilah ‘pancasila’
dikemukakan pertamakalinya oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di saat
ia mendapat giliran berpidato sesudah M. Yamin dan Soepomo. Sila-sila dari
‘pancasila’ memang secara formal (di dalam Sidang-sidang 4 dari 12 (BPUPKI)
dikemukakan oleh ketiga tokoh-konseptor/perumus (M. Yamin, Soepomo, dan
Soekarno). Ketiganya sama-sama mengusulkan kata-kata-kunci yang serupa (hampir
sama), yang berbeda adalah tata urutannya. Namun demikian, dalam sidang-sidang
BPUPKI itu tidak diputuskan usulan Pancasila dari siapa yang sebagai ‘calon’
dasar-negara dari negara yang akan didirikan.
Pada tanggal 18 Agustus
1945—setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945—barulah disepakati oleh
bangsa Indonesia (melalui
pengesahan PPKI) bahwa Pancasila sebagai dasar-negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Istilah ‘pancasila’-nya sendiri tidak ditulis/dikukuhkan dalam UUD 1945. Yang
dikukuhkan adalah kelima-sila yang substansinya pernah disampaikan oleh ketiga
tokoh-konseptor/perumus tersebut.
Rumusannya itu pun telah
mengalami perubahan baik dalam tata-urutan maupun dalam tata-kata. Rumusan
lima-sila yang termuat/tertulis pada Pembukaan UUD 1945 itu lah yang kemudian
sebagai rumusan Pancasila yang resmi dan sah. Rumusan ini pula yang kemudian
menjadi ‘roh’ dari substansi Pembukaan UUD 1945.
Di sini jelas bahwa UUD yang
berkedudukan sebagai konstitusi-negara adalah UUD 1945 yang di dalam
Pembukaannya termuat rumusan Pancasila yang merupakan kesepakatan bangsa
Indonesia (melalui PPKI) dan yang sila-pertamanya adalah yang bukan seperti
yang terumus di dalam Piagam Jakarta.
Dalam kurun waktu
1945-1949, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia
sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil
Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum
terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Parlementer yang pertama, sehingga
peristiwa ini merupakan penyimpangan UUD 1945.
Karena situasi politik
pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan
partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD
1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai
penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
-
Presiden
mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi
Menteri Negara.
-
MPRS
menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
Pada masa Orde Baru
(1966-1998), Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga
penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada
Presiden.
Pada masa Orde Baru, UUD
1945 juga menjadi konstitusi yang sangat “sakral”, diantara melalui sejumlah
peraturan:
-
Ketetapan
MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
-
Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila
MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat
melalui referendum.
-
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor
IV/MPR/1983.
Salah satu tuntutan
Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945.
Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde
Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal
yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan
rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup
didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945
waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan
rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum,
serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan
bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur)
kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu
1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang
Umum dan Sidang Tahunan MPR:
-
Sidang
Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
-
Sidang
Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
-
Sidang
Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
-
Sidang
Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
UNDANG UNDANG SEBELUM
DAN SESUAH DI AMANDEMEN
Sebelum
BAB I
Bentuk dan Kedaulatan
Rakyat
Pasal 1
1.
Negara
Indonesia
ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
2.
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Sesudah
BAB I
Bentuk dan Kedaulatan Rakyat
Pasal 1
1. Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik.
2. Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan menurut Undang-undang Dasar***
3. Negara Indonesia adalah Negara
Hukum***
Sebelum
BAB II
Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Pasal 2
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri
atas anggota-anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan
daerah dan golongan-golongan yang ditetapkan menurut Undang-Undang.
2. Majelis Permusyawaratan rakyat
bersidang sedikitnya sekali dalam lima
tahun di Ibu Kota Negara.
3. Segala putusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat diputuskan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkan Undang-undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Sesudah
BAB II
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Pasal 2
1. Majelis Permusyswaratan Rakyat terdiri
atas anggota-anggota Dewan Permusyswaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
Undang-Undang.
2. Majelis Permusyawaratan rakyat
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.
3. Segala putusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat diputuskan dengan suara yang terbanyak
Pasal 3
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat
melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar.
Sebelum
BAB IV
Kekuasaaan Pemerintah
Negara
Pasal 4
1. Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaaan Pmerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
2. Dalam melakukan kewajibannya Presiden
dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
1. Presiden memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang dengan persetujuan DPR.
2. Presiden menetapkan peraturan Pemerintah
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
1. Presiden adalah orang Indonesia
asli.
2. Presiden dan Wakil Presiden dipilih
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.
Pasal 7
Presiden
dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali.
Pasal 8
Jika
Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh wakil Presiden sampai habis waktunya.
Pasal 9
Sebelum
memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atauy
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden)
“Demi
Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan
Peraturan dengan selurus-lurusnya serta berbakti pada Nusa dan bangsa”
Janji Presiden (Wakil
Presiden)
“Saya
berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
Undang-Undang dan Peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa.
Pasal 10
Presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
Presiden
dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan Negara.
Pasal 12
Presiden
menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaaan bahaya
ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 13
1.
Presiden
mengangkat Duta dan Konsul
2.
Presiden
menerima Duta dari Negara lain
Pasal 14
Presiden
member grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Pasal 15
Presiden
member gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.
Sesuadah
BAB IV
Kekuasaaan Pemerintah Negara
Pasal 4
1. Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaaan Pmerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
2. Dalam melakukan kewajibannya Presiden
dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
1. Presiden berhak mengajukan rancangan
Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Prseiden menetapkan peraturan
Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
1. Calon Presiden dan calon wakil Presiden
harus seorang warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati Negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
2. Syarat-syarat untuk menjadi Presiden
dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut oleh Undang-undang.
Pasal 6A
1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
2. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oelh partai politik atau gabungan partai politik peseerta pemilihan
Umum sebelum pelaksanaan pemilihan Umum.
3. Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara
dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap
propinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah propinsi di Indonesia,
dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
4. Dalam hal tidak ada pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat yang terbanyak dilantik
menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
5. Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur oleh undang-undang.
Pasal 7
Presiden
dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Pasal 7A
Presiden
dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila telah
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden.
Pasal 7B
1. Usulan pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hokum berupa pengkhinatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
Presideen dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
2. Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hokum tersebut
ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebegai Presiden dan/atau Wakil
Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat.
3. Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan
Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakuyn dengan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwqakilan Rakyat yang hadir
dalam siding paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa,
mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewanj
Perwakilan Rakyat paling lama Sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan
Perwakilan Rakyat itu diterima oleh MAhkamah Konstitusi.
5. Apabila Mahkamah Konstitusi telah
memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggran
hokum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau berupa perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden da/atau
Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan siding paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawarat
Rakyat.
6. Majelis Permusyawaratan Raklyat wajib
mengadakan siding untuk memutuskan usul dari Dewan Perwakilan Rakyat tersebut
paling lambat tiga puluh hari sejak MAjelis Permusyawaratan Rakyat menerima
usul tersebut.
7. Keputusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil
dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan menyampaikan penjelelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Pasal 7C
Presiden
tidak dapat membakukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 8
1. Jika Presiden mangkat, berhenti atau
tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh
wakil Presiden sampai habis waktunya.
2. Dalam hal terjadi kekosongan Wakil
Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan
Rakyat menyelenggrakan siding untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang
diusulkan Presiden.
3. Jika Presiden dan/atau Wakil Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana Tugas Kepresidenan adalah Menteri
Luar Negeri, menteri Dalam Negeri, Meneteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat
bersidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua paket calon
Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan
p-artai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa
jabatannya.
Pasal 9
1. Sebelum memangku jabatannya, Presiden
dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atauy berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden)
“Demi Allah, saya bersumpah akan
memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan Peraturan dengan
selurus-lurusnya serta berbakti pada Nusa dan bangsa”
Janji Presiden (Wakil Presiden)
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh
akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan Peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
2. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat
atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan siding, Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 10
Presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
1. Presiden dengan persetujuan DPR
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara.
2. Presiden dalam membuat perjanjian
Internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi
kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Ketentuan lebih tentang perjanjian
internasional diatur dengan undang-undang.
Pasal 12
Presiden
menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaaan bahaya
ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 13
1. Presiden mengangkat Duta dan Konsul
2. Dalam mengangkat Konsul Presiden
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Presiden menerima penempatan Duta dari
Negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 14
1. Presiden member grasi dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 15
Presiden
memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur oleh
undang-undang.
Sebelum
BAB V
Dewan Pertimbangan Agung
Pasal 16
1.
Susunan
Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan Undang-Undang.
2.
Dewan
ini berkewajiban member jawab atas atas pertnyaan Presiden dan berhak
mengajukan usul kepada Pemerintah.
Sesudah
BAB V
Dewan Pertimbangan Agung
Pasal 16
Presiden
membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas member nasehat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur oleh undang-undang.
Sebelum
BAB VI
Kementerian Negara
Pasal 17
1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri
Negara.
2. Menteri-menteri itu diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
3. Menteri-menteri itu memimpin
Departemen Pemerintahan.
Sesudah
BAB VI
Kementerian Negara
Pasal 17
1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri
Negara.
2. Menteri-menteri itu diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
3. Setiap Menteri membidangi urusan
tertentu dalam pemerintahan.
4. Pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran kementerian Negara diatur dalam undang-undang.
Sebelum
BAB VII
Pemerintah Daerah
Pasal 18
Pembagian
Daerah Indonesia
atas Daerah Besar dan Kecil dengan bentuk susunan Pemerintahannya ditetapkan
dengan Undang-Undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam
sistim pemerintahan Negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang
bersifat istimewa.
Sesudah
BAB VII
Pemerintah Daerah
Pasal 18
1. Negara Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang di tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah yang
diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintah daerah propinsi, daerah
kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintah daerah propinsi, daerah
kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daera yang anggota-anggotanya
dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Wali kota
masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali pemerintahan yang oleh undang-undang yang ditentukan
sebagai urusan pemerintahan pusat
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan
pertauran daerah dan pertauran lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal
18A
1. Hubungan wewenang antara pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota, atau antara
propinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatyikan kehususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemamnfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Pasal
18B
1. Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan aundang-undang.
2. Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan maysarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Sebelum
BAB VIII
Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 19
1. Sususnan Dewan Perwakilan Rakyat
ditetapkan dengan Undang-Undang.
2. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang
sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal 20
1. Tiap-tiap Undang-undang menghendaki
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
2. Jika suatu rancangan Undang-undang
tidak mendapat persetujuan Dewan Prwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak
boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 21
1. Anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat berhak mengajukan rancangan Undang-undang.
2. Jika rancangan itu meskipun disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi
tidak bolehg dimasukkan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa
itu.
Pasal 22
1. Dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa, Presiden berhak menetapkan pertauran pemerintah sebagai pengganti
Undang-undang.
2. Peraturan pemetintah itu harus
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka
peraturan Pemerintah itu harus dicabut.
Sesudah
BAB VIII
Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 19
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
melalui peilihan umum.
2. Sususnan Dewan Perwakilan Rakyat
diatur dengan Undang-Undang.
3. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang
sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal 20
1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang.
2. Setiap rancangan undang-undang dibahas
oleh Dewan perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan
bersama.
3. Jika rancangan undang-undang itu tidak
mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
4. Presiden mengesahkan rancangan
undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
5. Dalam rancangan undang-undang yang
telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Prersiden dalam waktu tiga
puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Pasal
20A
1. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki
fungsi legilasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
2. Dalam melaksanakan fungsinya, selain
hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat.
3. Selain hak yang diatur dalam
pasal-pasal lain Unang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.
4. Ketentuan lebih lanjut tentang hak
Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam
undang-undang.
Pasal 21
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak
mengajukan usul rancangan undang-undang.
2. Jika rancangan itu, meskipun disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi
tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 22
Dalam
hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
Peraturan
pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut.
Jika
tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentusan
lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 22B
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat
dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
BAB VIIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
1. Anggota Dewan Perwakilan Daerah
dipilih ari setiap propinsi melalui pemilihan umum.
2. Anggota Dewan perwakilan Daerah dari
setiap propinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan
Daerah itutidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan perwakilan Rakyat.
3. Dewan perwakilan Daerah bersidang
sedikitnya sekali dalam satu tahun.
4. Susunan kedudukan Dewan Perwakilan
Daerah diatur dengan uhndang-undang.
Pasal 22D
1.
Dewan
Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwkilan Rakyat rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
2.
Dewan
Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah;pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah;pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah;serta memberikan pertimbangan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja Negara dan rancangan undang-0undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan dan agama.
3.
Dewan
Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atau pelaksanaan undang-undang
mengenal:otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah , pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara, pajak,
pendidikan, and agama serta menyampaikan hasil pengawasaannya itu kepda Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan peretimbangan untuk ditindaklanjuti.
4.
Anggota
dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat
dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
BAB VIIB
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas,. Rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, Presiden dan
Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Peserta pemilihan umum untuk anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah adalah
partai politik.
4. Peserta pemilihan umum untuk mmemilih
anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh
suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang
pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Sebelum
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
1. Anggaran pendapatan dan belanja
ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-undang. Apabila dewan Perwakilan
Rakyat tidak menyetujui anggran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah
menjalankan anggaran tahun lalu.
2. Segala pajak untuk keperluan Negara
berdasarkan Undang-undang.
3. Macam dan harga mata uang ditetapkan
dengan undang-undang.
4. Hal keuangan Negara selanjutnya diatur
dengan undang-undang.
5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang
keungan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa keungan, yang peraturannya
ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksanaan itu diberitahukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Sesudah
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
1. Anggaran pendapatan dan belanja Negara
sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama
dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah.
3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja Negara tahun
lalu.
Pasal 23A
Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan Negara diatur dengan
undang-undang.
Pasal 23B
Macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 23C
Hal-hal
lain mengenai keungan Negara diatur dengan undang-undang.
Pasal 23D
Negera
memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan indepedensinya diatur dengan undang-undang.
BAB VIIIA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
1. Untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri.
2. Hasil pemeriksanaan keuangan Negara
diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangnnya.
3. Hasil pemeriksaaan tersebut
ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan
undang-undang.
Pasal
23F
1. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
2. Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan
dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal
23G
1. Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan
di ibu kota Negara, dan memiliki perwakilan di setiap propinsi.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan
Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
Sebelum
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
1. Kekuasaan Kehakiman dilakukan sebuah
Mahkamah Agung dan lain-lainnya Badan Kehakiman menurut Undang-Undang.
2. Susunan dan kekuasaaan Badan-badan
kehakiman itu diatur dengan Undang-undang.
Pasal 25
Syarat-syarat
untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan
undang-undang.
Sesudah
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
1. Kekuasaaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum
dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Makmah
konstutusi.
3. Badan-badan lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Pasal 24A
1. Mahkamah Agung berwenang mengadili
pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.
2. Hakim Agung harus meiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di
bidang hukum.
3. Calon hakim Agung diusulkan Komisi
Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan
selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
4. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung
dipilih dari dan oleh Hakim Agung.
5. Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan
hokum acara MAhkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan
undang-undang.
Pasal 24B
1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim Agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hukum.
2. Anggota komisi Yudisial harus
mempunyai penegtahuan dan pemngalaman di bidang hokum serta memiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela.
3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden dengan perstujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan
komisi yudisial diatur dengan undang-undang.
Pasal
24C
1. Mahkamah konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, meutus sengketa
kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.
2. Mahkamah konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden da/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
3. Mahkamah konstitusi mempunyai Sembilan
orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan
masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
4. Ketua dan Wakil ketua Mahkamah
konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi.
5. Hakim konstitusi harus memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarwan yang menguasai
konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat
Negara.pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah konstitusi diatur dengan undang-undang.
Pasal 25
Syarat-syarat
untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan
undang-undang.
BAB IXA
WILAYAH NEGARA
Pasal 25A
Negara
Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negera kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Sebelum
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal 26
1. Yang menjadi warga Negara ialah
orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disyahkan
dengan Undang-undang sebagai warga Negara.
2. Syarat-syarat yang mengenai
kewrganegaraan ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 27
1. Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2. Tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Sesudah
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal 26
1. Yang menjadi warga Negara Indonesia
ialah orang-orang bangsa Indoensia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.
2. Penduduk ialah warga Negara Indonesia
dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. Hal-hal mengenai warga Negara dan
penduduk diatur dengan undang-undang.
Pasal 27
1. Segala warga Negara bersamaan dengan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2. Tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemaunusiaan.
3. Setiap wrga Negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.
Pasal 28
Kemerdekaan
bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap
orang berhak untuk serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2. Setiap anak berhak atas kelangsungan
hisup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pasal 28C
1. Setiap orang berhalk mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
2. Setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
maaysarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal
28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapanm hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3. Setiap warga Negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4. Setiap orang berhak atas status
kewarganegaraannya.
Pasal 28E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara
dan meninggalkannya serta berhak kembali
2. Setiap orang berhak atas kebebasan
meyakini kepercayaan, menyatakan puikiran dan sikap sesuai dengan hati
nuraninya.
3. Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
Setiap
orang berhak atas perlindaungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang dibwah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asassi.
Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain.
Pasal 28H
Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapadkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
palayanan kesehatan.
Setiap
orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Setiap
orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya secera
utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28I
Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati murani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hokum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadp perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
Indentias
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban.
Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
Negara, terutama pemerintah.
Untuk
menegakkan dan melingdungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip neggara
hokum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam pertuaran perundang-undangan.
Sebelum
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
1. Negera berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
Sesudah
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
1. Negera berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
Sebelum
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30
1. Titap-tiap warga Negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara.
2. Syarat-syarat tentang pembelaan diatur
dengan Undang-Undang.
Sesudah
BAB XII
PERTAHANAN
DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30
1. Titap-tiap warga Negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara.
2. Usaha pertahanan dan keamanan Negara
dilaksanakan melalui suatu sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai
kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
3. Tentara Nasional Indonesia terdiri
atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat Negara
bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan
Negara.
4. Kepolisian Negarta Republik Indonesia
sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
melindungi, mengayomi, malayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
5. Susunan dan kedudukan tentara NAsional
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam
menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha
pertahanan dan keamanan Negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan
dan kemanan diatur dengan undang-undang.
Sebelum
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Pasal 31
1. Tiap warga Negara berhak mendapat
pengajaran.
2. Pemerintah mengusahakan dan meyelenggarakan
satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-undang.
Pasal 32
Pemerintah memajukan
kebudayaan nasional Indonesia.
Sesudah
BAB XIII
PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
Pasal 31
1. Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan.
2. Setiap warga Negara wajib mengikuti
pendidikan adsar dan pemerintah wajib membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencersdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara
serta dari anggaran dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelengaraan
pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 32
1. Negera memajukan kebudayaan nasional
Indonesai di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
2. Negara menghormati dan memelihara
bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Sebelum
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
1. Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting
bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 34
Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dpelihara oleh Negara.
Sesudah
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33
1. Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting
bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Pasal 34
1. Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dpelihara oleh Negara.
2. Negara mengembangkan sistim jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3. Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Sebelum
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
Pasal 35
Bendera
Negara Indonesia
ialah sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa
Negara adalah Bahasa Indoneisa.
Sesudah
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
Pasal 35
Bendera
Negara Indonesia
ialah sang Merah Putih
Pasal 36
Bahasa
Negara adalah Bahasa Indoneisa
Pasal 36A
Lambang
Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Pasal 36B
Lagu
Kebangsaan adalah Lagu indoneisa Raya
Pasal 36C
Ketentuan
lebih lanjut mengenai bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
kebangsaan diatur dengan undang-undang.
Sebelum
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
1. Untuk mengubah undang-undang Dasar
sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus
hadir.
2. Putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.
Sesudah
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
1. Usul perubahan pasal undang-undang
Dasar dapat diagendakan dalam sidang Mejelis Permusyawaratan Rakyat apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal
Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas
bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal
Undang-Undang dasar, Sidang majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyaratan Rakyat.
4. Pertauran untuk mengubah pasal-pasal
Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dilakukan perubahan.
Sebelum
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia
mengatur dan menyelenggarakan kepindahan Pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.
Pasal II
Segala
badan Negara dan Pertauran yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Untuk
pertama kali presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan
kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV
Sebelum
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan pertimbangan
Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan
oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.
Sesudah
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala
peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal II
Semua
lembaga Negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan
ketentuan Undang-Undang dasar dan belum diadakan yang baru menurut
Undang-undang Dasar ini.
Pasal III
Mahkamah
konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003 dan sebelum
dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Sebelum
ATURAN TAMBAHAN
1. Dalam enam bulan sesudah akhirnya
peperangan Asia Timur Raya, nesia engatur men yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar ini.
2. Dalam enam bulan sesudah majelis
Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis itu bersidang untuk menetapkan
Undang-Undang Dasar.
Sesudah
ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis
Permusyswaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan
status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat 2003.
Pasal II
Dengan
ditetapkannya perubahan mUndang-Undang Dasar ini, Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar